Bukan tulisan galau |
"Bro, teman kita ada yang lagi galau.
Si Jisung lagi galau. Dia mau pindah kost katanya.
Kalau jadi, nanti sore mau angkut-angkut barang.
Kalau kalian nganggur dimohon datang ke kost,
bantuin angkut-angkut barang.
Kita kan sering nongkrong di sini,
ada baiknya kalau kita ikut bantuin pindahan."
Begitulah kira-kira SMS dari Rizky yang gue baca pagi itu. Gue baca SMS itu dengan sedikit penyesalan "Kenapa harus cowok yang SMS pagi-pagi kayak gini? Kenapa?"
Sebenarnya tidak begitu mengejutkan ketika denger kabar kalau Jisung lagi galau. Karena apa? Si Jisung memang mahasiswa yang paling sering punya masalah atau galau di antara kami semua.
Mulai dari dapat nilai C sewaktu responsi cuma gara-gara nekat nulis kata "Celeng" di lembar jawab, kemudian helm baru yang baru dibeli seminggu harus hilang sewaktu ngapel ke tempat gebetan dan yang paling ngenes adalah terlambat menyatakan cinta dan harus (terpaksa) merelakan adik angkatan pujaannya bersanding dengan cowok lain.
FYI, si Jisung sering cerita kalau dia udah move on, tapi kalau ditanya "Kalau dia pengen sama kamu gimana, bro?" pasti jawabnya "Ya mau lah!"
Karena penasaran dan buat mastiin kalau SMS tadi bukan SMS tipu-tipu, akhirnya gue tanya balik ke Rizky.
'Galau kenapa dia? Habis dibully sama Bobi?' tanya gue waktu itu.
FYI, di kost Jisung ada satu orang yang tampangnya sangar. Orangnya berbadan gede, botak, berjenggot, hampir mirip sama Peppy yang sering nongol di tivi. Dan kami menyebutnya sebagai Bobi. Serius.
Dia sering nongkrong di poskamling kost-nya Jisung. Dia biasa nongkrong waktu sore atau malam, biasa nongkrong sama sohib-sohibnya yang kebetulan juga ngekost di satu kompleks. Kompleks kost yang suasananya mirip rumah kontrakan yang ada di film Kungfu Hustle. Ini juga masih serius.
Kalau mereka udah nongkrong di poskamling, percayalah kami yang ada di kamar kost-nya Jisung akan saling tunjuk untuk berangkat ke warung guna memesan makanan ketika lapar mulai melanda.
'Kamu aja, Do. Belum pernah pesen kan?' ucap Ucil.
'Yaelah, aku kemarin udah. Coba tanya si Jisung.' balas gue.
'Kamu aja sana, Gong!' si Jisung gantian nyuruh Ibnu.
'Halah, kamu aja sana mbah. Yang habis jadian.' ucap Ibnu ke Rizky walaupun Rizky nggak jadian.
'Kamu aja gih, Do. Kalau kamu yang pesen, bapaknya pasti seneng.' ucap si Rizky agak absurd.
'Kampret! Sung, berangkat gih!' gue nyuruh Jisung lagi.
'Aku tadi udah pesen, masak iya pesen lagi. Yang lain lah.' si Jisung tetep ngeles.
Dan begitu berulang terus menerus sampai gue nemuin jodoh gue. Dulu sewaktu Aswin masih di Jogja, biasanya dia yang jadi penengah dan pergi pesen makanan, karena dia adalah yang paling nggak tahan laper di antara kami semua.
Kenapa kami harus berselisih tentang siapa yang pergi pesen makanan? Karena semisal mau pergi ke warung harus ngelewatin poskamling tempat nongkrong mereka, dan lewat poskamling sewaktu mereka nongkrong adalah sesuatu yang bener-bener nggak enak.
Setelah mendapat penjelasan dari si Rizky tentang nestapa apa yang menimpa si Jisung, gue akhirnya ngampus. Ya, walaupun Jisung nggak nestapa pun gue juga pasti ngampus. Why not? Wifi kampus sia-sia kalau nggak digunain buat download. Paling-paling cuma digunain buat buka facebook sama mahasiswa lain. BUKA FACEBOOK DAN MAKAN TEMPAT DUDUK.
Singkat cerita gue sampai di kampus. Nggak perlu diceritain gue ke kampus naik apa, di jalan ketemu siapa atau ban motor gue nginjek kotoran apa.
Di kampus gue ketemu Said dan Andika yang ternyata udah nangkring sejak dari tadi pagi. Entah "video" apa saja yang udah mereka download sedari pagi. Langsung aja gue tanya ke Said,
'Id, dapet SMS dari Rizky nggak?'
'Iya dapet, mau ke sana kapan?' tanya Said.
'Ntar agak sorean aja lah. Nungguin Ibnu.' jawab gue.
Akhirnya kami sepakat buat nungguin Ibnu sambil download hal yang bisa didownload.
Cerita punya cerita, ternyata begini ceritanya, cerita tentang kenestapaan yang menimpa Jisung. Ternyata bulan September masa kontrak dia di kost udah habis, dan dia telat bilang sama si empunya kost. Begitu dia datang ke rumah yang punya kost, si bapak kost bilang kalau udah ada pesen dan mau nempatin kost-nya dia. Ya akhirnya mau nggak mau si Jisung harus pindah kost.
Setelah menghabiskan 50GB kuota download, akhirnya Ibnu datang.
'Mau ke tempat Jisung kapan? Katanya barang-barangnya yang mau nempatin kost udah di depan kostnya Jisung.' kata Ibnu sambil cekikikan.
Setelah nungguin Said kelar download sesuatu, akhirnya kami bertiga berangkat ke kost durjana tersebut. Dan ternyata di sana ada si Rizky yang udah nongkrong sedari jam 7 pagi di kost Jisung.
Begitu kami bertiga masuk ke kamar, suasana nestapa bener-bener terasa. Lampu yang semula terang sudah berganti dengan lampu remang-remang, baju yang semula numpuk di pojokan kamar sudah tertata rapi di dalam tas. Sementara si Jisung duduk termenung di samping laptop.
'Ngapain pindah?' tanya Said ke Jisung.
'Ngekost itu bayar, coy. Nggak cuma diem di depan laptop main game.' si Ibnu nambah-nambahin.
Jisung cuma terdiam hampir menitikan air mata dan Rizky mencoba menyeka air mata yang hampir jatuh itu. (¿)
'Si Ucil mana, bro?' tanya gue ke Rizky.
'Dia katanya lagi nganter anak budenya ke pameran komputer.' jawab si Rizky.
Kami berlima pun duduk dan Jisung bercerita tentang kenestapaan yang dia alami juga tentang susahnya cari kost baru yang bakalan dia tempatin.
'Jadi, kapan mau pindahan?' tanya gue ke Jisung.
'Kayaknya Kamis, bro. Nungguin Ciko pulang, Soalnya barang-barangnya dia belum dikemasin.'
FYI, Jisung ngekost satu kamar sama temennya dia yang namanya Ciko. Temen satu kamar tapi beda nasib. Yang satu udah punya pacar dan punya boncengan kalau naik motor, yang satu masih tertahan di lampu merah buat benerin rantai motor yang putus (baca: rantai motor=hati).
'Makasih udah mau dateng ya bro. Ucil tolong dikasih tahu biar ntar nggak kesini. Besok Kamis aja kesini lagi kalau mau bantuin ngangkut barang.' kata Jisung.
Setelah memesan mie dok-dok dan ngobrol-ngobrol, akhirnya kami berempat pulang.
Detik berganti jam, jam berganti hari namun status jomblo gue masih tetap jomblo. Hari itu Kamis, hari di mana Jisung mau pindahan, dan gue udah punya rencana buat ngampus pagi kemudian sorenya mampir ke kost Jisung.
Singkat cerita sore sekitar jam 5 sore gue berangkat dari kampus ke kost Jisung. Begitu gue sampai di kost Jisung, di sana udah ada si Rizky, Jisung dan Ciko lagi beres-beres sambil ngedumel nggak jelas.
'Ha, gimana? Jadi mau ngangkut pakai motor T*ssa apa cari mobil pick up?' Ciko tanya sama Jisung.
'Lah, manut aku.' Jisung cuma bisa ngikut doank.
Dan selama beberapa jam ke depan mereka berdua masih ngeributin soal kendaraan apa yang bakalan mereka gunain buat ngangkut barang-barang mereka.
Sekitar jam 20.00 Ucil datang ke kost Jisung, dengan sejuta cerita tentang profesi barunya "Nganterin keponakan." Sementara si Said nggak bisa dateng dan Ibnu kebetulan lagi ada acara di Jakarta. Jadi yang malam itu stay di kost Jisung cuma gue, Rizky sama Ucil.
Singkat cerita karena bapak supir T*ssa-nya sewaktu ditelpon cuma jawab "ha? ha? ha?" doank dan kelihatan kalau bakalan PHP, akhirnya Ciko keluar buat cari mobil angkutan barang. Dan akhirnya dapat.
Jam 22.30, mobil angkutan barangnya datang, berhenti di depan warung tempat biasa kami memesan mie dok-dok dan magelangan.
Karena mungkin penasaran kenapa ada mobil angkutan barang berhenti di dekat warungnya, bapak yang punya warung akhirnya keluar dan tanya-tanya.
'Mau kemana, mas?' tanya si bapak.
'Mau pindahan pak, pindah di deket kampus.' jawab Jisung.
'Aduh, padahal udah enak-enak di sini, ngapain juga harus pindah? Ya, semoga nggak ada apa-apa ya, semoga kuliahnya cepet kelar.' ucap si bapak dengan nada agak mengharu biru.
'AAAAMIIIIN!!!' jawab kami semua kompak.
Wajar saja semisal si bapak sedih sewaktu tahu si Jisung pindah kost. Karena bisa dibilang kami yang biasa nongkrong di kost Jisung adalah pemegang saham terbesar di warung bapak tersebut. Bahkan si bapak sudah hafal banget apabila salah satu dari kami datang ke warungnya buat pesan makanan, 'Pojok ya, mas?' dan kami cuma bisa tersenyum sambil manggut-manggut.
Mobil angkutan barang pun berjalan menyusuri jalanan malam itu, jalan yang sudah mulai sepi oleh aktivitas. Jisung naik di bak mobil, duduk di atas tumpukan lemari, memakai helm layaknya anak alay yang mau nonton konser dangdut di alun-alun.
Sesampainya di kost baru, kami semua ngebantuin nurunin barang dari mobil ke kamar kost. Begitu masuk ke kamar yang baru, hal yang terlintas di pikiran gue cuma satu, yaitu "KECIL".
Ini gimana nasibnya kalau kami bertujuh mau ngumpul di sini? Masak iya mau ditumpuk berjejer kayak ikan sarden dalam kaleng?
Setelah semua barang diturunin dan dimuat-muatin buat masuk ke kamar dan juga setelah bayar jasa angkutnya, kami mencoba beristirahat dan meluruskan kaki di dalam kamar kost sempit itu.
Gue mencoba mengawali pembicaraan, mencoba memecah keheningan malam kala itu.
'Bro, nggak nyangka ya basecamp kita bakalan pindah ke tempat sempit kayak gini. Akhir dari sebuah kost yang listriknya biadab. Nggak bakalan ada lagi bapak-bapak yang nganterin mie dok-dok 4 porsi dan kebingungan sewaktu mau ngasih kembalian, nggak ada lagi segerombolan om-om dan mas-mas sangar yang kalau mau main kartu harus diawali salam kayak orang mau pengajian dan nggak ada lagi kompleks kost yang suasananya mirip film Kungfu Hustle.'
'Iya, bro. Bener juga.' ucap si Ucil.
'Mungkin beberapa hari ke depan kita bakalan merasa kehilangan. Mungkin ini yang disebut kehilangan sesuatu yang sama sekali tidak pernah kita miliki.' lanjut gue.
'Iya bener juga, bro.' ucap Rizky.
Nggak kerasa jam udah nunjukkin pukul 23.00 tepat. Sesaat gue keinget nasihat dari ibu, 'Anak jomblo nggak boleh pulang malem-malem, ntar jodohnya nggak dateng-dateng.'
*buru-buru pulang dan lupa bikin ending*
No comments:
Post a Comment