Temenan yuk.

"Do, lihat nih!"

Sebuah ucapan yang menghentikan langkah suntuk gue siang itu untuk berhenti sejenak di depan mading di dekat laboratorium komputer.

"Open Recruitment Panitia PPSMB 2012"

Kurang lebih begitulah judul yang ada di poster berwarna merah yang terpampang di mading kala itu.

"Wah, mayan nih, Do. Daftar nggak?", tanya salah seorang teman gue.

Gue lihat lagi poster oprec panitia ospek tersebut dan berkata dalam hati, "Wah, lumayan nih. Siapa tau dapet jodoh. Sambil berenang, minum air."

Note: semakin ke sini gue jadi sadar, ada peribahasa lain yang lebih cocok, yaitu "Sambil wifi-an, kenalan sama mbak-mbak di meja sebelah"

Serius. Mungkin faktanya hampir 65% mahasiswa yang punya niat daftar jadi panitia ospek itu juga punya niat buat cari gebetan. Entah gebetan dari mahasiswa baru ataupun gebetan dari sesama panitia ospek. Sewaktu wawancara oprec bisa saja mereka bilang bahwa tujuan ikut kepanitiaan adalah biar dapet relasi dan pengalaman.

Singkat cerita, akhirnya gue dan beberapa teman gue sepakat buat ikutan panitia ospek. Sebagian besar ikut jadi panitia ospek jurusan, sedangkan gue sendiri ikut kepanitiaan ospek fakultas. Ospek fakultas yang tentu saja ruang lingkup buat cari "relasinya" lebih luas.

Gue nggak sendirian, ada teman gue yang namanya Jisung yang juga ikut-ikutan daftar jadi panitia ospek fakultas. Sebuah langkah yang bisa dibilang awal dari berbagai cerita manis dan pahit di kisah percintaan Jisung. (baca kisah Jisung di sini)

...

Pada hari wawancara oprec, kami berdua datang kepagian.

"Wah, yang tugas wawancara pemandu belum ada bro, gimana? Yawis, kene tak wawancarai wae karo kancaku", ucap salah satu panitia bertubuh tambun, yang kemudian gue kenal sebagai mas Yoga.

Jisung diwawancarai oleh ketua kepanitiaan PPSMB, sedangkan gue diwawancarain oleh mas Yoga, yang semula gue kira dari bagian panitia keamanan ternyata dia steering committee.

Skip, skip. Kita berdua keterima jadi panitia ospek, bagian pemandu. Entah karena kita yang emang masuk kualifikasi buat jadi pemandu atau pendaftarnya yang emang pas sama kuota pemandu yang dibutuhin.

Agenda pertama setelah pengumuman hasil wawancara adalah technical meeting, bertempat di lobby kampus. Gue berangkat bareng Jisung. Karena nggak ada yang dikenal, kami kemana-mana selalu barengan. Jalan kesana kemari sambil ngobrolin sesuatu yang nggak jelas, dan berusaha berbicara selirih mungkin sehingga cewek di sebelah nggak sadar kalau dua cowok kampret ini lagi ngomongin dia.

Di TM yang pertama, kami disuruh untuk memperkenalkan diri dengan cara saling tanya.

       Halo, nama saya Arif Widodo Pratama. Biasa dipanggil Ido, bla bla bla. Mbak yang nampak cantik dan sehat, siapa namanya? *gue nunjuk seorang cewek berbadan gempal untuk memperkenalkan diri*

Dan begitu seterusnya, saling tunjuk.

Gue pasang mata sama telinga gue baik-baik. Tiap kali yang berdiri dan memperkenalkan diri kelihatan bening, hati gue langsung berontak sambil bilang "Aku mau jadi partnernya yang ini!", sementara di lain pihak otak Sherlock Holmes gue langsung bangkit, gue hafalin nama dan asal prodinya buat nanti dicari di kertas list nomor hape pemandu yang udah disediain sama panitia.

Dan benar saja, sewaktu sesi perkenalan mata gue kecantol sama satu sosok pemandu yang waktu itu pakai pakaian yang serba kuning. Yang pasti cewek, karena dia berhijab.

Mungkin kisah tentang mbak-mbak berbaju kuning bakal kita bahas di lain cerita. Sebuah cerita yang cukup panjang untuk diceritain.

Skip skip, sesi setelah perkenalan adalah pengelompokkan pemandu, siapa partnernya dan regu mana yang bakal dia pandu.

Technical meeting selesai, dan gue udah tahu siapa partner gue. Mbak Nely, anak kehutanan angkatan 2010, satu tingkat di atas gue.

Nama lengkapnya Nely Fibriana Rachman. Jangan salah nulis kata Rachman kalau nggak mau diomelin sama mbak Nely, harus pakai c, Rachman.

"Heh, Rachman pakai c. Duh, udah kayak marga nih, jangan ampe salah", begitulah reaksi mbak Nely sewaktu temannya hampir salah nulis nama dia di name tag pemandu.

Mbak Nely orangnya asik, enak diajak ngobrol dan "grapyak" kalau kata orang Jawa. Seorang mahasiswi traveler dengan wajah khas seorang wanita Jawa. Dan mbak Nely itu manis, lebih manis dari es teh di warung burjo yang gulanya nggak pernah diaduk dan cuma nempel di bagian bawah gelas.

Tapi sayang, mbak Nely nggak begitu tinggi.

Buat mbak Nely yang kalau kebetulan lagi baca, maaf ya mbak.

Ah iya, buat yang penasaran si Jisung dapet partner yang kayak gimana, bisa ditanyain langsung sama orang yang bersangkutan.

...

Singkat cerita, daftar mahasiswa baru udah diterima dan gue sama mbak Nely langsung koordinasi tentang pembagian tugas SMS.

"Mbak, aku bagian yang SMS-in maba cewek ya? Mbak Nely SMS yang cowok", kata gue ke mbak Nely.

Dan seolah paham dengan maksud gue, mbak Nely langsung bilang "Iya deh, Rif. Aku SMS-in yang cowok"

Sempet ada masalah, karena beberapa anak namanya nggak bisa diidentifikasi itu nama cewek apa cowok. Mbak Nely ngiranya itu cewek, sedangkan gue ngiranya cowok.

Hari pertemuan tiba, gue mencoba memberi kesan pertama yang baik ke adik-adik maba, gue dandan serapi mungkin. Tapi apa daya, rambut godrong gue waktu itu langsung menghancurkan imej rapi yang coba gue bangun.

Pertemuan pertama dengan para adik-adik gamada bisa dibilang agak seret, karena yang dateng cuma sedikit. Setelah gue kasih tau seputar tugas-tugas yang harus mereka kerjain, kami bubar. Ada beberapa yang tetep stay buat tanya-tanya dan ngobrol. Yang jelas ngobrol sama mbak Nely, bukan gue.

Skip skip, kita lanjut ke pertemuan kedua, atau pertemuan terakhir di H-1 PPSMB universitas dimulai. Pertemuan kedua gue nentuin tempat di utara gedung rektorat. dan gue datang telat. Karena jarak halte trans jogja ke rektorat lumayan jauh.

Begitu sampai di utara rektorat, gue langsung disambut sama mbak Nely yang langsung curhat kalau dia barusan abis kena tilang karena nggak sadar kalau adik gamada yang dia boncengin itu nggak pakai helm.

Untuk pertemuan kedua, alhamdulillah semua berangkat. Cewek maupun cowok semua lengkap.

Sekali lagi gue coba buat nyiptain imej rapi. Tapi gue sadar kalau gue gagal sewaktu nggak sengaja denger ada yang bisik-bisik "Masnya sangar ya?"

Gue absen mereka, gue panggil satu-satu buat ditanyain asal daerah. Khusus gamada cewek, gue lamain dikit waktu buat absennya, karena mata dan hati itu waktu buat pengolahan datanya berbeda.

First impression? Mereka masih lugu dan polos, beberapa masih cupu banget mukanya. Ada yang langsung aktif berisik banget, ada juga yang cuma diem ngumpet di belakang temannya yang badannya agak gede.

Eits, jangan salah. Yang waktu pertama keliatan biasa aja, beberapa bulan kemudian bakalan keliatan cantik. Pertama kali ketemu mungkin keliatan kayak begini,


Dan beberapa bulan kemudian mereka secara ajaib akan berubah jadi kayak begini,


Ngeri kan? Tapi lebih ngeri lagi kalo ternyata begini,


WHY??? Kenapa kamu berubah?

Tapi terlepas dari itu semua, pertama kali jadi panitia ospek, not bad lah. Pertama kali berdiri di depan adik-adik yang harus dipandu. Dan pertama kali ngerasain kejatuhan tai burung sewaktu kumpul di utara rektorat.

...

Hari ospek pun tiba.

Karena sewaktu rabes terakhir dikasih tahu kalau panitia harus kumpul jam setengah 6, mau nggak mau gue harus berangkat dari rumah sebelum jam 5. Jalanan masih sepi, beberapa lampu lalin juga masih kuning.

Jam setengah 6 kurang gue sampai di area kampus. Setelah tiga kali muter-muter cari area parkir (maskam, perpustakaan, belakang kopma), akhirnya gue parkirin motor di dalam kampus yang masih sepi.

"Pak, parkir di situ ya saya? Panitia PPSMB, pak!", kata gue ke pak satpam yang lagi lihat TV di pos satpam.

Begitu gue keluar dari halaman kampus, di seberang jalan gue lihat ada cewek yang juga pakai seragam panitia lagi berdiri di pinggir jalan.

"Panitia juga ya?", nggak disangka dia nyapa duluan.

"Iya, mau ke GSP kan?", tanya gue ke dia.

Nggak begitu jelas siapa yang nyapa, karena waktu itu masih jam setengah 6 dan cuma lampu jalanan di Jalan Kaliurang yang menerangi langkah kami waktu itu.

Begitu belok ke arah kanan, jalan ke arah timur dan disinari sedikit sinar matahari, barulah kelihatan jelas siapa yang jalan di sebelah gue.

And guess what? Yang jalan di sebelah gue adalah cewek berbaju kuning yang sebelumnya udah gue sebutin di atas.

Allahuakbar! Mimpi apa gue semalem?

Kurang lebih lima menit kami berdua jalan bareng ke arah GSP, dengan iringan backsong lagunya Budi Doremi yang bergema di kepala gue sepanjang perjalanan. Lima menit, waktu yang cukup untuk mengingat nama, prodi dan logat jawanya yang medhok banget.

Sesampainya di depan GSP kami berdua pisah, nyamperin partner masing-masing.

"Buajiguuuurr, jalan sama siapa tadi, cuk?", tanya Jisung sambil nabok.

"Jawaban doa anak sholeh waktu shalat Subuh tadi", jawab gue sekenanya.

Ospek pun dimulai, dimulai dengan semua peserta berbaris di lapangan GSP bersiap-siap masuk ke GSP. Kelompok gue, kelompok Limbai sebelahan sama kelompoknya Jisung, yaitu kelompok Desa.

Sebelum masuk ke GSP dan dengerin berbagai materi yang bakal disampaikan, sebagai pemandu yang baik gue tanya sama adik-adik gamada gue, "Ada yang pusing? Ada yang sakit? Kalau ada tolong maju ke sini, kakak mau kasih pin khusus buat kalian."

"Kalau yang jomblo gimana, kak?", salah satu maba cowok nyeletuk.

"Kakak juga jomblo, dek. Ntar di dalem GSP kita cari ya?", jawab gue sekenanya.

"Hahahaha, oke mas", jawab dia sambil ngacungin jempol.

Panitia udah ngasih aba-aba buat masuk GSP, dan tugas gue buat menggiring mereka dimulai. Sewaktu sampai di sayap timur tiba-tiba ada adik maba yang maju ke depan dan bilang kalau ada anak yang pusing.

Namanya Khalifa Putri, yang udah pindah jadi mahasiswi sekolah kedinasan. Adik maba yang masih ingat sama kakak pemandunya setelah berbulan-bulan dan telpon buat pamitan kalau dia mau pindah kuliah.

Skip skip, semua gamada sudah masuk GSP, dan mereka sudah duduk sesuai pengelompokkan yang sudah dibuat panitia.

Hari yang bisa dibilang panjang, karena mereka harus duduk di dalam GSP sampai sore. Belum lagi hari itu bertepatan dengan hari Jumat, dan gue masih ingat bagaimana adik-adik maba gue yang cowok ketiduran sewaktu shalat Jumat di maskam.

...

Singkat cerita ospek kelar, semua balik ke aktivitas biasa. Hari pertama masuk kuliah gue ketemu sama teman-teman yang kemarin daftar panitia ospek, mereka cerita soal pengalaman ospek dan "hal" apa yang udah mereka dapet.

Si Ucup cerita kalo dia dapet kenalan sesama panitia dari sie P3K, si Alif cerita dapet kenalan adik maba dari kelompok lain, walaupun ujung-ujungnya kelihatannya dia cuma kena PHP. Dan si Jisung yang cerita tentang adik mabanya yang sebut saja bernama Hujan (bahasa inggris, dibalik).

"Sur, dapet apa?", tanya Ucup.

"Ha? Apaan? Aku mah kalo daftar kepanitiaan pasti profesional, nggak cari yang begituan", jawab gue sekenanya mencoba buat nutupin malu karena nggak dapet gebetan.

"Lah, yang jalan bareng waktu ospek itu gimana?", tanya si Jisung.

"Oh, yang itu..."

Belum sempat gue nyelesaiin omongan gue, tiba-tiba ada cewek berjilbab yang lewat dan nyapa.

"Mas Ido~", sapa dia.

"Eh?", gue cuma bisa bilang begitu.

"Itu siapa, Sur?", tanya Ucup sekali lagi.

"Itu mabaku ya?", gue sendiri juga agak bingung, karena dia kelihatan beda, padahal baru 3 hari nggak ketemu sehabis ospek.

"Udahlah, besok tahun depan daftar lagi. Siapa tau mbak-mbak berhijab yang kemarin itu daftar juga", ucap si Jisung.

Gue masih diam terpaku, mencoba mengingat-ingat wajah adik maba yang tadi nyapa. Sampai sesaat kemudian terlintas sesuatu di otak gue.

Mungkin tahun depan gue harus ikut kepanitiaan ospek lagi.